PENGANTAR TULISAN
- Desember 2025 (1)
- Oktober 2025 (2)
- Agustus 2025 (1)
- Maret 2025 (1)
- Februari 2023 (1)
- Agustus 2022 (2)
- April 2022 (1)
- Maret 2022 (1)
- Januari 2022 (1)
- November 2021 (4)
- Desember 2020 (1)
- Agustus 2020 (1)
- Agustus 2019 (5)
- Desember 2018 (2)
- Oktober 2018 (3)
- September 2018 (4)
- Agustus 2018 (4)
- Juli 2018 (2)
- Januari 2018 (1)
- Desember 2017 (1)
- November 2017 (5)
- September 2017 (1)
- April 2017 (1)
- Oktober 2016 (1)
- September 2016 (1)
- Agustus 2016 (1)
- Juli 2016 (1)
- Juni 2016 (2)
- Mei 2016 (2)
- Januari 2016 (3)
- Juli 2015 (1)
- September 2014 (1)
- Agustus 2014 (7)
- Juli 2014 (1)
- Mei 2012 (3)
- Maret 2012 (1)
- Oktober 2011 (1)
- September 2011 (1)
- Juli 2011 (1)
- Juli 2010 (2)
- April 2009 (2)
- Maret 2009 (3)
- Februari 2009 (1)
- Januari 2009 (2)
- Oktober 2008 (1)
- Agustus 2008 (5)
Laman
- –DAFTARMAKALAH–
- 01_JURNALISME1
- 01_JURNALISME2
- 02_MEDIAMASSA1
- 02_MEDIAMASSA2
- 03_PENDIDIKANKOM1
- 03_PENDIDIKANKOM2
- 03_PENDIDIKANKOM2
- 04_KOM_POLITIK1
- 04_KOM_POLITIK2
- 05_KOM_BUDAYA
- 06_BAHANKULIAH
- 07_KAJIAN BUDAYA DAN MEDIA
- 08_KERJA JURNALISME
- 09_MEDIA-HAM
- KARYA_FIKSI-cover
- KARYA_NONFIKSI-cover
- MAJALAH HUMOR no 89 / 8 – 21 Juni ’94
- Novel MENOLAK AYAH
- TENTANG-NOVEL
- TULISAN KOLEGA
- UNTUK PENULISAN
Blogroll

Pieter P Pureklolong
/ 12/10/2009Dari 12 novel itu hanya 5 yang saya baca serius dan tuntas. Tentu termasuk yang saya sebut trilogi cinta di UGM (Cintaku DI Kampus Biru, Gugapai Cintamu,dan Terminal Cinta Terakhir). Saya masih teringat ketika masih di SMA Seminari di Flores bagaimana kami berebutan setelah makan siang di asrama untuk membaca salah satu novel yang dimuat secara bersambung di KOMPAS (yang hanya satu dan datang ke sana setelah tiga hari KOMPAS terbit di Jakarta, jadi KOMPAS Senin, kami baca di Flores Timur baru hari Kamis, itu antara tahun 1979 – 1982). Namun asyik, pokoknya asyik, meskipun kami korbankan istirahat siang yang mestinya wajib. Lebih senang lagi ketika di Yogya (1983-1988) saya dapat puisinya WS Rendra yang diinspirasi dari novel Terminal Cinta Terkhir, kalau tidak salah judulnya “Sajak Widuri Untuk Joki Tobing”NAMUN SAYANG ketika sejak 2005 sampai sekarang saya buka beberapa Rumah Baca untuk anak-anak dan remaja di pinggiran kota Batam, para remaja, bahkan mahasiswa kurang tertarik dengan novel2 bermutu ini, meskipun saya dan istri promosi habis. Mereka lebih suka teenlith dan semacamnya. SAYA BERPIKIR kalau Pa’ Ashadi komentarlah perihal teenlith yang marak sekarang gimana?? Terima kasih.
Mazpree
/ 17/07/2010Dimana saya bisa dapat Karya Ashadi berupa Novelet terbitan Maj.Kartini berjudul “KARENA AKU TAK MENGENALMU” Mohon informasinya. Trims.
Dadi
/ 15/10/2010Novel karya Ashadi Siregar yang pertama kali saya baca adalah Warisan Sang Jagoan, ketika saya masih SMP kelas 3, tahun 1977. Kisahnya benar-2 merasuk dalam jiwa meskipun novel tersebut kategori sebenarnya adalah dewasa. Tidak terhitung berapa kali membacanya tanpa bosan sedikitpun, sayang saya kehilangan novel tersebut. Novel selanjutnya yang saya baca adalah Sirkuit Kemelut setelah itu Cintaku di kampus biru, Kugapai Cintamu, Terminal cinta terakhir dan Frustasi puncak gunung. Menurut saya itu semua yg saya baca tadi merupakan novel yg luar biasa karena selalu dapat membawa pembacanya menjadi pelaku tokoh didalamnya, seolah saya menjadi Mardan di Warisan sang jagoan atau Anton di Cintaku di kampus biru. Bung Ashadi, teruslah berkarya meskipun sudah pensiun…….., saya menunggu.
Wedho Chrisnarno
/ 11/05/2012saat SMA membaca novel2 Bang Adi, pikiran saya cuma satu … lulus SMA masuk ke Publisistik atau Sastra dan jadi novelis. Ternyata setelah tamat publisistik … malah jadi PNS diancuuk … piye iki bang ? 4 tahun lagi pensiun, jangankan jadi novelis, jadi PNS yang bener saja enggak ….
Ashadi Siregar
/ 12/05/2012Konon lulusan publisitik namanya publisis, “kerja’nya ya nulis untuk pers. Kalau lulusan komunikasi, bukannya komunikator, tapi … mbuh…
Taufiq
/ 25/08/2017Pak Ashadi,
Adakah kegamangan saat menulis Jentera Lepas? Rasa takut karena topik yang diangkat kala itu terbilang sensitif atau pernah kah Anda khawatir novel tersebut tidak akan pernah terbit karena disensor?
Salam,
Saya
liestia d
/ 12/05/2012Karya Bang Hadi menjd salah satu pendorong sy untuk kuliah di ugm. Sbg remaja dr sebuah tempat nun jauh di pedalaman sumatera gambaran tentang kuliah di ugm yg serba indah sy peroleh dr buku Cintaku Di Kampus Biru. Setelah itu hampir semua buku karya Bang Hadi sy koleksi kecuali Sunyi Nurmala. Tks untukninspirasinya!
maulana a
/ 20/07/2013Baru satu novel yang saya baca “Terminal Cinta Terakhir”, ceritanya bagus. Namun di akhir rasanya menggantung, saya jadi mengira-ngira sendiri apa yang selanjutnya terjadi
Evi Jeremias
/ 15/02/2015Makasih Om sudah membuat Trilogi Kampus Biru, Terminal Cinta Terakhir romantisnya luar biasa bahkan sampai ada sajak Joki Tobing untuk Widuri ❤
Aswir Astaman
/ 26/03/2015Novel-novel yang sangat memukau. Hampir semua novel Ashadi diatas sudah saya baca. Dan banyak mempengaruhi perasaan saya. “frustrasi puncak gunung” Cocok betul dengan jiwa saya ketika itu yang sedang keranjingan mendaki gunung
morishige
/ 21/11/2025Waktu menulis komentar ini saya sedang senyum-senyum membaca awal bab 5 Frustrasi Puncak Gunung, buku kedua yang saya baca setelah Cintaku Dikampus Biru. Agak khawatir saya membuka-buka halamannya sebenarnya, sebab yang saya punya cetakan kedua yang punggung bukunya sebagian sudah kehabisan lem.
Lahir beberapa tahun sebelum dekade 80 berakhir, saya tak sempat menikmati masa-masa menanti cerita bersambung di Kompas. Perkenalan saya dengan karya Ashadi Siregar adalah film lawas yang dibintangi Roy Marten tentang pemuda-pemudi yang kuliah di Jogja, yang belakangan saya sadar itu adaptasi Cintaku. Tapi akhirnya nasib membawa saya kuliah di Jogja, di kampus yang sama dengan Ashadi Siregar tapi di fakultas yang berbeda. Dan, saya lupa di mana, lalu menemukan buku lawas Cintaku Dikampus Biru. Usai membaca itu, imaji soal Anton Rorimpandey dan kekasih-kekasihnya entah kenapa terus melekat. Bahkan Anton sering jadi obrolan dengan kawan saya yang juga sudah membaca buku itu.
Lalu suatu hari saya menemukan Frustrasi Puncak Gunung, kalau tak salah di Pasar Niten Bantul. Lama tergeletak, ketika bingung mau membaca apa lagi, tadi pagi buku itu saya ambil dari rak dan mulai saya baca. Menyegarkan rasanya membaca Frustrasi Puncak Gunung. Kadang saya tertawa, terkadang merenung, atau tiba-tiba saja berselancar di internet mencari tahu soal nama tumbuhan yang disebut di buku.
Semoga saya bisa menemukan buku-buku lain dari Ashadi Siregar.