KARYA_FIKSI-cover

Tinggalkan komentar

11 Komentar

  1. avatar Pieter P Pureklolong

    Pieter P Pureklolong

     /  12/10/2009

    Dari 12 novel itu hanya 5 yang saya baca serius dan tuntas. Tentu termasuk yang saya sebut trilogi cinta di UGM (Cintaku DI Kampus Biru, Gugapai Cintamu,dan Terminal Cinta Terakhir). Saya masih teringat ketika masih di SMA Seminari di Flores bagaimana kami berebutan setelah makan siang di asrama untuk membaca salah satu novel yang dimuat secara bersambung di KOMPAS (yang hanya satu dan datang ke sana setelah tiga hari KOMPAS terbit di Jakarta, jadi KOMPAS Senin, kami baca di Flores Timur baru hari Kamis, itu antara tahun 1979 – 1982). Namun asyik, pokoknya asyik, meskipun kami korbankan istirahat siang yang mestinya wajib. Lebih senang lagi ketika di Yogya (1983-1988) saya dapat puisinya WS Rendra yang diinspirasi dari novel Terminal Cinta Terkhir, kalau tidak salah judulnya “Sajak Widuri Untuk Joki Tobing”NAMUN SAYANG ketika sejak 2005 sampai sekarang saya buka beberapa Rumah Baca untuk anak-anak dan remaja di pinggiran kota Batam, para remaja, bahkan mahasiswa kurang tertarik dengan novel2 bermutu ini, meskipun saya dan istri promosi habis. Mereka lebih suka teenlith dan semacamnya. SAYA BERPIKIR kalau Pa’ Ashadi komentarlah perihal teenlith yang marak sekarang gimana?? Terima kasih.

    Balas
  2. avatar Mazpree

    Mazpree

     /  17/07/2010

    Dimana saya bisa dapat Karya Ashadi berupa Novelet terbitan Maj.Kartini berjudul “KARENA AKU TAK MENGENALMU” Mohon informasinya. Trims.

    Balas
  3. avatar Dadi

    Dadi

     /  15/10/2010

    Novel karya Ashadi Siregar yang pertama kali saya baca adalah Warisan Sang Jagoan, ketika saya masih SMP kelas 3, tahun 1977. Kisahnya benar-2 merasuk dalam jiwa meskipun novel tersebut kategori sebenarnya adalah dewasa. Tidak terhitung berapa kali membacanya tanpa bosan sedikitpun, sayang saya kehilangan novel tersebut. Novel selanjutnya yang saya baca adalah Sirkuit Kemelut setelah itu Cintaku di kampus biru, Kugapai Cintamu, Terminal cinta terakhir dan Frustasi puncak gunung. Menurut saya itu semua yg saya baca tadi merupakan novel yg luar biasa karena selalu dapat membawa pembacanya menjadi pelaku tokoh didalamnya, seolah saya menjadi Mardan di Warisan sang jagoan atau Anton di Cintaku di kampus biru. Bung Ashadi, teruslah berkarya meskipun sudah pensiun…….., saya menunggu.

    Balas
  4. avatar Wedho Chrisnarno

    Wedho Chrisnarno

     /  11/05/2012

    saat SMA membaca novel2 Bang Adi, pikiran saya cuma satu … lulus SMA masuk ke Publisistik atau Sastra dan jadi novelis. Ternyata setelah tamat publisistik … malah jadi PNS diancuuk … piye iki bang ? 4 tahun lagi pensiun, jangankan jadi novelis, jadi PNS yang bener saja enggak ….

    Balas
    • avatar Ashadi Siregar

      Konon lulusan publisitik namanya publisis, “kerja’nya ya nulis untuk pers. Kalau lulusan komunikasi, bukannya komunikator, tapi … mbuh…

      Balas
      • avatar Taufiq

        Taufiq

         /  25/08/2017

        Pak Ashadi,
        Adakah kegamangan saat menulis Jentera Lepas? Rasa takut karena topik yang diangkat kala itu terbilang sensitif atau pernah kah Anda khawatir novel tersebut tidak akan pernah terbit karena disensor?

        Salam,
        Saya

  5. avatar liestia d

    liestia d

     /  12/05/2012

    Karya Bang Hadi menjd salah satu pendorong sy untuk kuliah di ugm. Sbg remaja dr sebuah tempat nun jauh di pedalaman sumatera gambaran tentang kuliah di ugm yg serba indah sy peroleh dr buku Cintaku Di Kampus Biru. Setelah itu hampir semua buku karya Bang Hadi sy koleksi kecuali Sunyi Nurmala. Tks untukninspirasinya!

    Balas
  6. avatar maulana a

    maulana a

     /  20/07/2013

    Baru satu novel yang saya baca “Terminal Cinta Terakhir”, ceritanya bagus. Namun di akhir rasanya menggantung, saya jadi mengira-ngira sendiri apa yang selanjutnya terjadi

    Balas
  7. avatar evjer

    Makasih Om sudah membuat Trilogi Kampus Biru, Terminal Cinta Terakhir romantisnya luar biasa bahkan sampai ada sajak Joki Tobing untuk Widuri ❤

    Balas
  8. avatar Aswir Astaman

    Novel-novel yang sangat memukau. Hampir semua novel Ashadi diatas sudah saya baca. Dan banyak mempengaruhi perasaan saya. “frustrasi puncak gunung” Cocok betul dengan jiwa saya ketika itu yang sedang keranjingan mendaki gunung

    Balas
  9. avatar morishige

    Waktu menulis komentar ini saya sedang senyum-senyum membaca awal bab 5 Frustrasi Puncak Gunung, buku kedua yang saya baca setelah Cintaku Dikampus Biru. Agak khawatir saya membuka-buka halamannya sebenarnya, sebab yang saya punya cetakan kedua yang punggung bukunya sebagian sudah kehabisan lem.
    Lahir beberapa tahun sebelum dekade 80 berakhir, saya tak sempat menikmati masa-masa menanti cerita bersambung di Kompas. Perkenalan saya dengan karya Ashadi Siregar adalah film lawas yang dibintangi Roy Marten tentang pemuda-pemudi yang kuliah di Jogja, yang belakangan saya sadar itu adaptasi Cintaku. Tapi akhirnya nasib membawa saya kuliah di Jogja, di kampus yang sama dengan Ashadi Siregar tapi di fakultas yang berbeda. Dan, saya lupa di mana, lalu menemukan buku lawas Cintaku Dikampus Biru. Usai membaca itu, imaji soal Anton Rorimpandey dan kekasih-kekasihnya entah kenapa terus melekat. Bahkan Anton sering jadi obrolan dengan kawan saya yang juga sudah membaca buku itu.
    Lalu suatu hari saya menemukan Frustrasi Puncak Gunung, kalau tak salah di Pasar Niten Bantul. Lama tergeletak, ketika bingung mau membaca apa lagi, tadi pagi buku itu saya ambil dari rak dan mulai saya baca. Menyegarkan rasanya membaca Frustrasi Puncak Gunung. Kadang saya tertawa, terkadang merenung, atau tiba-tiba saja berselancar di internet mencari tahu soal nama tumbuhan yang disebut di buku.
    Semoga saya bisa menemukan buku-buku lain dari Ashadi Siregar.

    Balas

Tinggalkan Balasan ke Aswir Astaman Batalkan balasan